Demo image Demo image Demo image Demo image Demo image >
0 komentar


puisi

0 komentar


Tekhnik dan Sudut Pengambilah Gambar

0 komentar


 


FOTOGRAFI 

Kenapa petani tidak bisa menjadi price maker ?

0 komentar

Kenapa petani tidak bisa menjadi price maker & bagaimana cara mengatasinya?


 Kenapa petani tidak bisa menjadi price maker?

Petani kita sebagai price taker, Dalam menjual hasil produksi padi/gabah/beras, petani kita tidak mampu menentukan harga jualnya yang sekiranya dapat memberikan keuntungan. Karena terdesak oleh kebutuhan biaya hidup keluarganya, terkena harga jual yang rendah.
Produksi pertanian di Indonesia adalah kecil-kecilan akibat dari usaha yang dilakukan petani kecil-kecilan pula. Contoh usahatani padi, sayur-sayuran seperti cabe, tomat, bawang dan lain lain, buah-buhan seperti jeruk, mangga, rambutan dll. Tanaman perkebunan seperti coklat, karet, kelapa sawit. Padi atau beras misalnya diciptakan oleh berjuta-juta petani. Dengan demikian petani tidak dapat mempengaruhi permintaan permintaan atas jenis komoditi yang dihasilkannya.

 Mereka sulit untuk berkomunikasi dan di organisir dalam hal penjualan, penyimpanan dsb. Misalnya dalam penjualan, petani sulit mensepakati harga jual secara bersama karena jumlah mereka sangat banyak dan berjauhan sehingga sulit untuk diorganisir, sehingga mereka terpaksa menyapakati harga dengan pedagang secara sendiri-sendiri. pedagang perantara (pedagang pengumpul) yang jumlahnya sedikit dan bahkan hanya satu orang untuk satu wilayah hamaparan sawah yang luas berhadapan dengan banyak petani yang ingin menjual hasil padinya.

Tentulah si pedagang pemgumpul akan lebih kuat dalam menentukan harga jual petani, sehingga terjadi pasar monopsoni atau oligopsoni. Si monopsoni dan oligopsoni adalah si penentu harga (price maker) dan itu adalah si pedagang pengumpul. Akibatnya petani mendapatkan harga jual yang rendah dan pendapatan serta keuntungan yang rendah.

Selain masalah diatas, juga ditemui masalah permodalan pada petani kita. Sebagian besar petani indonesia keuangannya sangat terbatas dan karena lemahnya dalam hal modal usaha. Untuk melanjutkan usahanya, banyak diantara petani mencari modal pinjaman (kredit) dari pihak pedagang pengumpul atau dari pembunga uang walaupun dengan tingkat bunga yang tinggi. Mereka banyak yang belum menggunakan kesempatan untuk mendapatkan kredit dari lembaga pengkreditan pemerintah hal ini disebabkan :
•    Belum tau tentang prosedur peminjaman
•    Lembaga pengkreditan jauh dari tempat tinggal, sehingga membutuhkan bnyak waktu untuk kesana
•    Tidak punya jaminan, atau jaminan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pengkreditan
•    Biaya pengurusan dipandang tinggi

Sebaliknya petani lebih senang meminjam dari pihak pedagang pengumpul atau pembunga uang karena dipandang lebih mudah, cepat didapat dan tanpa jaminan. Sumber kredit yang banyak bagi petani adalah pedagang pengumpul. Pedagang ini tidak hanya memberi kredit dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk alat produksi dan keperluan rumah tangga dimana jaminannya adalah barang yang dihasilkan.

    Petani harus membayar kredit tersebut dengan hasil produksinya kalau hutang tidak dibayar, atau harus menjual hasil produksinya kepada pedagang yang bersangkutan dengan harga yang disepakati waktu penerimaan kredit. Harga yang disepakati itu adalah harga yang lebih rendah dari harga pasar setempat yang berlaku dan merugikan petani.

    Praktek pengkreditan seperti ini melemahkan petani dalam menentukan harga karena petani sangat membutuhkan modal untuk melanjutkan usahanya, keadaan seperti inilah yang sering menjerat petani dalam hutang yang berkepanjangan karena hasil produksinya tidak mampu untuk melunasi kredit tersebut, sehingga tidak jarang petani terpaksa menjual lahan pertaniannya tempatnya berusaha, rumah dan lain lain untuk melunasi hutang tersebut.

Saluran tataniaga mempengaruhi pula dalam pembuatan harga. Jika saluran pemasarannya nol tingkat dari petani langsung ke konsumen secara tidak langsung petani dapat berperan sebagai price maker, tapi jika semakin panjang saluran pemasarannya maka petani berkemungkinan tidak bisa menjadi price maker.

bagaimana cara mengatasinya?

Produksi pertanian di Indonesia adalah kecil-kecilan akibat dari usaha yang dilakukan petani kecil-kecilan pula. Oleh karena itu, produksi pertanian lebih baik dilakukan dalam skala besar sehingga petani dapat mempengaruhi permintaan atas komoditi yang dihasilkan.

Karena para petani sulit untuk berkomunikasi dan di organisir dalam hal penjualan, penyimpanan serta penentuan harga sebaiknya diaktifkan atau dibentuk kembali kelompok tani dalam pembuat kesepakatan bersama baik itu mengenai produksi hingga pemasaran serta kesapakatan harga mengenai komoditi yang di produksi.

banyak diantara petani mencari modal pinjaman (kredit) dari pihak pedagang pengumpul atau dari pembunga uang walaupun dengan tingkat bunga yang tinggi. Hal ini bisa diatasi dengan diadakan sosialisasi atau penyuluhan mengenai lembaga pengkreditan negara atau pemerintah dan memperbaiki citra dari lembaga kredit itu sendiri dari pemikiran para petani.

Menggunakan saluran pemasarannya nol tingkat dari petani langsung ke konsumen secara tidak langsung petani dapat berperan sebagai price maker, karena dengan begini petani petani juga bisa mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi, karena harga yang berlaku harga pasar, pedagang perantara lain tidak digunakan sehingga biaya pemasaran jadi kecil dan sekaligus bisa menjadi penentu harga.
Diharapkan adnya fokus pemerintah terhadap masalah kesejahteraan petani ini seperti adanya bantuan-bantuan kepada petani sebagai penetap harga. Dan adanya standard harga minimum bagi produk-produk pertanian.

organisasi, kepemimpinan dan aturan

1 komentar

KELEMBAGAAN DAN KEPEMIMPINAN AGRIBISNIS

“Organisasi, Kepemimpinan, dan Aturan”